Burung Air Ranca Bayawak : Tergusur atau Bertahan?
Hari Minggu (18/05/08), 7 Biconers -Tedi S., Deri R., Ade R., Asep M., Farid A., Astri Y., dan Ima S.- melakukan pengamatan burung di daerah Gedebage, tepatnya Ranca Bayawak. Mungkin nama tersebut terdengar asing di telinga beberapa orang. Ternyata, daerah yang didominasi sawah tersebut telah beberapa kali dijadikan lokasi pengamatan burung, terutama burung air, di kota Bandung. Menurut Ade Rahmat, tempat yang di bagian selatan berbatasan dengan Tegalluar tersebut pernah dijadikan lokasi latihan untuk ekspedisi Trulek Jawa.
Apa yang sebenarnya menjadi keistimewaan Ranca Bayawak? Pertama, tempat tersebut merupakan salah satu lokasi koloni burung air yang tersisa di kota Bandung. Seiring dengan pembangunan yang semakin pesat, banyak habitat burung yang tergusur. Untuk itu, jenis-jenis burung tertentu sulit dijumpai pada saat ini. Di lokasi ini terdapat roosting site jenis burung Kuntul kerbau (Bulbucus ibis) dan Blekok sawah (Ardeola speciosa). Kedua, adanya perlakuan dari warga setempat yang masih melindungi kedua jenis burung tersebut. Meskipun beberapa warga mengeluhkan bau kotoran yang ditimbulkan, tetapi kegiatan perburuan dilarang dilakukan terhadap burung yang umumnya memangsa biota akuatik ini. Adanya perlindungan ini, terutama dari sang empunya lahan, merupakan wasiat turun-temurun untuk melindungi kelestarian burung-burung ini di alam. Meskipun demikian, Ranca Bayawak terhimpit ditengah derasnya arus pembangunan. Pada tahun 2005, penulis pernah melakukan pengamatan burung di Ranca Bayawak. Pada saat itu, area persawahan masih sangat luas, sedangkan pada pengamatan terakhir beberapa lokasi persawahan telah berubah fungsi. Tidak jauh dari lokasi roosting site telah berdiri dengan megahnya komplek perumahan. Hal ini menggambarkan bahwa Ranca Bayawak merupakan daerah yang masih akan terus berkembang. Perkembangan tersebut akan terus berlanjut sehingga kearifan masyarakat lokal untuk memelihara dan melindungi koloni burung air tersebut akan diuji.
Otto Soemarwoto (1983), pakar lingkungan Indonesia, pernah mengatakan bahwa pertambahan penduduk dapat menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati. Dengan bertambahnya penduduk maka pembangunan semakin meningkat. Akibatnya terjadi konflik antara hewan dan manusia dalam memperebutkan ruang. Tak lama lagi, kondisi tersebut diperkirakan terjadi di Ranca Bayawak. Untuk itu, diperlukan usaha-usaha pelestarian burung di Ranca Bayawak. Disamping keberadaan burung kuntul dan blekok, Ranca Bayawak merupakan tempat “singgah” burung migran pada waktu melakukan perjalanannya. Pada beberapa tahun kebelakang pernah tercatat burung migran di lokasi persawahan. Tak dapat dipungkiri lagi bahwa persawahan merupakan lahan basah buatan yang penting bagi kehidupan satwaliar, salah satunya burung. Melihat perkembangan kota Bandung, apakah kita rela kehilangan salah satu IBA (Important Birds Area) di kota tercinta ini? Diperlukan komitmen semua pihak terkait dalam pembangunan kota Bandung yang berwawasan lingkungan sehingga tercipta keharmonisan manusia dengan lingkungan hidup sekitarnya. (fah)
0 Responses So Far:
Posting Komentar