I.
PENDAHULAN
Dalam
kebutuhan di berbagai bidang, kita membutuhkan mikroba untuk dikembangbiakkan
di dalam suatu medium. Penanaman dan pertumbuhan mikroba tersebut dinamakan
pembiakan mikroba. Pemeliharaan mikroba dilakukan secara in- vitro. Penanaman ini dilakukan dengan tujuan untuk
memperbanyak pertumbuhan mikroba tersebut. Proses ini tentu tidak lepas begitu
saja dari kebutuhan hidup mikroba, sehingga penanaman membutuhkan penyediaan
nutrien yang terdiri dari campuran bahan-bahan hara yang sangat berguna untuk
perkembangan mikroba dan menunjang kehidupan mikroba yang dibiakkan. Penyediaan bahan-bahan makanan ini disebut
juga sebagai medium pertumbuhan. Dengan menggunakan macam-macam medium dapat
dilakukan isolasi, perbanyakan, pengujian sifat-sifat fisiologis dan penentuan jumlah
mikroba. (Suriawiria, 1985)
II.
MAKSUD DAN TUJUAN
Adapun maksud dan tujuan
disusunnya laporan ini adalah sebagai berikut:
·
Untuk
menentukan jumlah bakteri per ml bahan.
·
Untuk
mengetahui cara penentuan jumlah bakteri menggunakan lempeng pembiakan (plate
count).
III.
IDENTIFIKASI MASALAH
·
Hasil
perhitungan bakteri dalam lempeng pembiakan.
·
Mengapa
penentuan jumlah bakteri diambil dari tiaga pengenceran terakhir.
·
Mengapa
pada penambahan agar setelah suspensi bakteri dituangkan pada suhu 40o
C.
IV.
TINJAUAN PUSTAKA
Karena keperluan berbagai bidang, manusia membutuhkan
mikroba untuk dikembangbiakkan di dalam suatu medium. Penanaman dan pertumbuhan
mikroba tersebut dinamakan pembiakan mikroba. Dengan menggunakan macam-macam
medium dapat dilakukan isolasi, perbanyakan, pengujian sifat-sifat fisiologis,
dan penentuan jumlah mikroba. (Suriawiria, 1985)
Di dalam suatu populasi bakteri tidak semua sel
mampu selalu hidup.Yang dianggap sel hidup yaitu sel yang mampu membentuk koloni
di dalam agar biakan atau membentuk suspensi dalam larutan biak. Sel-sel yang
dapat mampu terus hidup inilah yang dihitung dengan berbagai metode untuk
menetapkan jumlah sel hidup. Pada jumlah total sel ikut dihitung semua sel yang
nampak atau dapat dihitung dengan cara lain, sel-sel mati dan cacat ikut
dihitung. (Suriawiria, 1985)
Pertumbuhan yang artinya bertambahnya secara
kuantitas populasi (bertambah banyak) dapat ditentukan dengan berbagai cara
yang didasarkan atas satu atau tipe pengukuran bakteri berikut ini:
·
Penghitungan
sel
Dapat dilakukan langsung
secara mikroskopi atau dengan menggunakan alat penghitung bakteri secara
elektronik atau secara tidak langsung dengan menghitung koloni.
·
Penimbangan
massa sel
Penimbangan langsung, atau
dengan menakar nitrogen sel atau secara tidak langsung dengan mengukur tingkat
kekeruhan.
·
Pengukuran
aktivitas sel
Pengukuran secara langsung
dengan menghubungkan derajat aktivitas biokimia dengan suatau populasi.
(Usman, 1987)
Penghitungan bakteri dapat
diklasifikasikan menjadi 2, yaitu: menghitung secara langsung, menghitung
secara tidak langsung dan penghitungan bakteri hidup.
a.
Menghitung secara langsung
Bakteri dapat secara mudah dan
cermat dihitung dalam bilik hitung Petroff-Hausser, terdiri dari kaca objek khusus
bergaris cermat bentuk kotak-kotak dengan luas 1/400 mm2; diatasnya
dapat diletakkan kaca penutup dengan jarak 1/50 mm sehingga volume tiap kotak
adalah 1/20.000 mm3. Dalam bilik ini dapat dihitung bakteri tanpa
pengecatan dengan mikroskop fase-kontras. Bila biasanya terdapat 5 buah bakteri
dalam tiap kotak maka jumlah bakteri adalah 5 x 20.000.000 atau 108.
Kelemahan cara ini ialah bila bilangan bakteri dalam suspensi itu rendah maka
penghitungan menjadi tidak cermat Cara menghitung langsung ini menghasilkan
hitungan total karena semua sel terhitung yang hidup maupun yang mati. Karena
bakteri itu sangat kecil, maka untuk hitungan secara statisti dapat diterima,
harus dibuat suspensi terlebih dahulu sekurang-kurangnya 107 bakteri
per mililiter. Penghitungan bakteri secara langsung dapat diklasifikasikan
menjadi 2, yaitu:
·
Menghitung
dari preparat pengecatan
Cara inipun menghasilkan hitungan total. Sejumlah
volume dioeskan pada luas kaca objek yang telah diukur, dicat dengan metilen
biru atau cat lain yang sesuai kemudian dihitung jumlah organisme pada bagian
tertentu yang telah diketahui luasnya. Dengan mengetahui diameter bidang
penglihatan dengan pengukuran sebelumnya (dengan stage micrometer) aka jumlah
per milimeter dapat dihitung.
·
Menghitung
dengan filter membran
Contoh air yang telah ditakar disaring dengan filter
steril yang terbuat dari membran berpori halus yang tidak meloloskan bakteri
dengan demikian bakteri tertahan oleh filter an setelah dicat langsung
dihitung. Dalam hal ini jumlah bakteri dalam cairan itu tidak boleh terlalu
banyak dan tersebar rata. Untuk menghitung membran diuat transparan dengan
menyerapkan minyak imersi ke dalam membran itu. Cara ini menghasilkan hitungan
total.
·
Menghitung
dengan alat penghitung elektronik
Dengan alat ini dapat dihitung beribu-ribu bakteri
dalam beberapa etik saja. Penggunaan
alat ini didasarkan atas kerja dengan lubang pengintai elektronik.
Kerjanya bergantung pada interupsi bekas cahaya elektronik yang melintasi ruang
antara dua elektronik yang melintasi ruang antara dua elektrode yang berdekatan
letaknya. (Usman, 1987)
b.
Menghitung secara tidak langsung
Cara ini dapat dilakukan dengan 2 cara, antara lain: penentuan
volume total dan metode turbidometri.
·
Penentuan
volume total
Cara
ini adalah semacam modifikasi penentuan hematokrit pada pengukuran volume total
butir-butir darah. Misalnya 10 ml biakan dimasukkan ke dalam tabung reaksi
khusus atau disebut juga tabung hopkins yang bagian bawahnya berupa silinder
dan bergaris ukuran. Organisme didapatkan dengan sentrifus pada kecepatan baku
dan waktu yang tepat menurut ukurannya, kemuian volume totalnya dapat dibaca
pada skala silindernya.Dengan mengetahui rata-rata masing-masing sel secara
perkiraan dapat ditentukan jumlah sel.
·
Metode
turbidometri
Teknik ini sudah dipakai sebagai cara mengukur kekeruhan
suspensi atas dasar penyerapan dan pemancaran cahaya yang dilintaskan sehingga
suspensi yang mengandung lebih dari 107- 108 sel
per milimeter. Kelemahan cara ini ialah bahwa kesalahan dapat terjadi karena
variasi dalam ukuran dan bentuk serta penggumpalan sel-sel. Juga karena
perbedaan derajat tembus cahaya bermacam-macam spesies atau bahan lain dalam
biakan tersebut. Tetapi cara ini merupakan salah satu cara tercepat yang paling
sederhana serta cukup teliti. Dan cara ini tidak bisa menentukan jumlah bakteri
secara eksponen bilangan sel, melainkan kekeruhan dapat dibakukan dalam sebutan
jumlah sel dari penghitungan dalam hemasitometer
dengan bilangan suspensi bakteri baku . (Usman, 1987)
c.
Standard Plate Count (SPC)
Penghitungan bakteri hidup dilakukan dengan cara
pengenceran terhadap sampel tertentu. Cara ini digunakan secara luas untuk
menghitung bakteri hidup dalam bermacam-macam cairan dan padatan. Untuk
keperluan ini dibuat sederetan pengenceran kemudian menanam tiap pengenceran
tersebut ke dalam medium pertumbuhan agar dan setelah pengeraman jumlah koloni
dihitung. Setelah dikonversi sesuai dengan pengencerannya akan diketahui jumlah
bakteri per mililiter. Dalam melaksanakan pengenceran perlu diperhatikan bahwa
bilangan optimal kira-kira 30-300 koloni sehingga pengenceran harus disesuaikan
dengan perkiraan memperoleh bilangan ini. (Brown, 2005)
V.
ALAT, BAHAN DAN PROSEDUR PERCOBAAN
Alat dan Bahan Percobaan
Alat Percobaan
·
Cawan
petri
·
Inkubator
·
Korek
api
·
Labu
erlenmeyer
·
Pembakar
spirtus
·
Tabung
reaksi
·
Volum
pipet
Bahan Percobaan
·
Plate
Count Agar (PCA)
·
Potato
Dextrose Agar (PDA)
·
NaCl
fisiologis
·
Sampel
tanah depan gedung D2
Prosedur
Percobaan
Pengenceran Sampel tanah
·
Sampel
tanah sebanyak 2,25 gram ditimbang
·
Sampel
tanah dimasukkkan ke dalam NaCl fisiologis 9 ml yang ada di tabung reaksi.
·
Selanjutnya,
diaduk perlahan suspensi I tersebut.
·
Lalu,
diambil 1 ml suspensi I dengan menggunakan volum pipet lalu dimasukkan ke dalam
tabung reaksi lain berisi NaCl fisiologis
diaduk perlahan kembali. Diberi nama tabung reaksi tersebut suspensi II.
·
Selanjutnya,
diambil 1 ml suspensi I dengan menggunakan volum pipet lalu dimasukkan ke dalam
tabung reaksi lain berisi NaCl fisiologis
diaduk perlahan kembali. Diberi nama tabung reaksi tersebut suspensi
III.
·
Pengenceran
tersebut dilakukan secara berulang kali hingga pengenceran yang ke-9 dan diberi
nama suspensi XI.
5.2.2.
Menggunakan media PCA (Plate Count Agar)
·
Suspensi
dari sampel masing-masing dibuat.
·
Dilakukan
pengenceran terhadap masing-masing sampel. (Sampel tanah, dilakukan sampai 9
kali pengenceran).
·
Tiga
pengenceran terakhir, masing-masing dituangkan sebanyak 1 ml ke dalam cawan
petri. Pada saat penuangan bahan yang sudah diencerkan dilakukan dekat api.
·
Ke
dalam cawan petri dimasukkan Plate Count Agar cair sebanyak 20 ml pada suhu
kurang lebih 40o C.
·
Medium
diaduk perlahan agar bahan pengenceran dan agar nutrisi homogen.
·
Sesudah
agar nutrisi beku, cawan petri dibalik secara hati-hati.
·
Cawan
petri berisi Plate Count Agar dan bahan pengenceran yang sudah beku, diinkubasi
selama 24 jam dengan suhu 37o C.
·
Setelah
2 hari (48 jam) diamati dan dihitung jumlah koloni tersebut.
5.2.2. Menggunakan media PDA (Potato Dextrose Agar)
·
Suspensi
dari sampel masing-masing dibuat.
·
Dilakukan
pengenceran terhadap masing-masing sampel. (Sampel tanah dilakukan sampai 9
kali pengenceran).
·
Tiga
pengenceran terakhir, masing-masing dituangkan sebanyak 1 ml ke dalam cawan
petri. Pada saat penuangan bahan yang sudah diencerkan dilakukan dekat api.
·
Ke
dalam cawan petri dimasukkan Potato Dextrose Agar cair sebanyak 20 ml pada suhu
kurang lebih 40o C.
·
Medium
diaduk perlahan agar bahan pengenceran dan agar nutrisi homogen.
·
Sesudah
Potato Dextrose Agar beku, cawan petri dibalik secara hati-hati.
·
Cawan
petri berisi agar nutrisi dan bahan pengenceran yang sudah beku, diinkubasi
selama 24 jam dengan suhu 37o C.
·
Setelah
4 hari (96 jam) diamati dan dihitung jumlah koloni tersebut.
VI.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil :
Plate Count Agar (PCA) pengamatan 24 jam
|
Pengeceran 10-7
Jumlah: 18 koloni
|
Pengenceran 10-8
Jumlah: 28 koloni
|
Pengenceran 10-9
Jumlah: 25 koloni
|
Plate Count Agar (PCA) pengamatan 48 jam
|
Pengeceran 10-7
Jumlah:
21 koloni
|
Pengenceran 10-8
Jumlah: 33 koloni
|
Pengenceran 10-9
Jumlah: 25 koloni
|
Potato Dextrose Agar (PDA) pengamatan 48
jam
|
Pengeceran 10-7
Jumlah:
2 koloni
|
Pengenceran 10-8
Jumlah:
2 koloni
|
Pengenceran 10-9
Jumlah: 2 koloni
|
4.2. Jumlah koloni:
PCA
Hari ke-1 (24 jam)
|
||
Pengenceran 10-7
|
Pengenceran 10-8
|
Pengenceran 10-9
|
18 koloni
|
28 koloni
|
25 koloni
|
Hari ke-2 (48 jam)
|
||
Pengenceran 10-7
|
Pengenceran 10-8
|
Pengenceran 10-9
|
21 koloni
|
33 koloni
|
25 koloni
|
PDA
Hari ke-4 (96 jam)
|
||
Pengenceran 10-7
|
Pengenceran 10-8
|
Pengenceran 10-9
|
2 koloni
|
1 koloni
|
0 koloni
|
4.3. Perhitungan:
Pada PCA, koloni bakteri tidak dapat dihitung,
penghitungan hanya digunakan untuk
bakteri yang jumlahnya koloninya berkisar 30-300 buah koloni. Sedangkan pada
data pengamatan hari ke-2 (48 jam) pada pengenceran 10-7 dan
pengenceran 10-9 jumlahnya koloninya kurang dari 30 buah koloni. Hal ini disebabkan karena terlalu
sering dilakukan pengenceran, yaitu sampai 9 kali pengenceran sehingga koloni
bakteri kurang dari 30 buah, maka metode penentuan jumlah bakteri tidak
digunakan.
Pada PDA koloni jamur dapat dihitung, tidak seperti
koloni bakteri. Karena syarat dengan metode penentuan jumlah seperti rumus
diatas tidak berlaku pada jamur. Maka perhitungan dilakukan sebagai berikut:
Jumlah jamur / ml bahan yang
diperiksa =
(2 x 107 ) + (1 x 108 )
+ (0 x 109 ) 20.000.000
+ 100.000.000 + 0
____________________________ =
________________________ =
3 3
120.000.000
__________ = 40.000.000 buah
3
Komponen-kompenen anorganik dalam tanah memungkikan
untuk berbagai oragnisme hidup didalam tanah. Contoh ikroorganisme yang biasa
hidup di tanah antara lain: bakteri, jamur, ganggang, dan protozoa.
(Dwidjoseputro, 2005). Bakteri merupakan kelompok organisme paling dominan
dalam tanah. Bakteri yang paling umum yang berada pada tanah ialah genus Pseudomonas, Arthrobacter, Clostridium,
Achromobacter, Bacillus, Micrococcus, Flavobacterium ,Nitrobacter,
Nitrosomonas, Corynibacterium, Sarcina, dan Mycobacterium. Sedangkan jamur
yang umumnya terdapat dalam tanah ialah genus Acrostalagamus, Aspegillus, Botrytis, Cephalosporium, Glicocladium,
Monilla, Penicillium, Scopulariopsis, Spicaria, Trichodrma, Trichothecium,
Vetricillium, Altenaria, Cladosporium, Pullularia, Cylindrocarpon, Fusarium
Absidia, Cunninghamella, Mortierella, Mucor, Rhizopus, Zygorynchus, dan
Phythium. (Rao, 1994)
Penentuan jumlah bakteri diambil dari tiga
pengenceran karena konsentrasi jumlah bakterinya sudah tidak telalau tinggi,
sehingga mudah untuk dilakukan penghitungan. Jika diambil dari pengenceran awal
konsentrasi bakteri terlalu tinggi dan sulit dilakukan penghitungan koloninya.
Pada saat penambahan agar pada cairan yang akan
ditentukan jumlah bakterinya dilakukan pada suhu 40o C karena suhu
merupakan suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri dan agar tersebut masih dalam
keadaan cair saat dituangkan ke dalam cawan petri.
VII.
KESIMPULAN
·
PCA
ialah medium agar yang dapat digunakan untuk pertumbuhan bakteri.
·
PDA
ialah medium agar yang dapat digunakan untuk pertumbuhan bakteri dan jamur.
·
Bakteri
yang paling umum yang berada pada tanah ialah genus Pseudomonas, Arthrobacter, Clostridium, Achromobacter, Bacillus,
Micrococcus, Flavobacterium, Nitrobacter, Nitrosomonas, Corynibacterium,
Sarcina, dan Mycobacterium.
·
Jamur
yang umumnya terdapat dalam tanah ialah genus Acrostalagamus, Aspegillus, Botrytis, Cephalosporium, Glicocladium,
Monilla, Penicillium, Scopulariopsis, Spicaria, Trichodrma, Trichothecium,
Vetricillium, Altenaria, Cladosporium, Pullularia, Cylindrocarpon, Fusarium
Absidia, Cunninghamella, Mortierella, Mucor, Rhizopus, Zygorynchus, dan
Phythium.
·
Penentuan
jumlah bakteri diambil dari tiga pengenceran karena konsentrasi jumlah
bakterinya sudah tidak telalau tinggi.
·
Penambahan
agar pada suspensi pengenceran dilakukan pada suhu 40o C karena suhu
merupakan suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri dan agar tersebut masih dalam
keadaan cair saat dituangkan ke dalam cawan petri.
DAFTAR PUSTAKA
Brown, A.E. 2005. Benson’s Microbiological
Appllications complete version: Laboratory
Manual in General Microbiology, ninth edition. USA: Mc Graw Hill.
Dwidjoseputro, D.2005. Dasar- dasar Mikrobiologi. Jakarta: PT Penerbit Djambatan.
Pelczar, M J. dan E.C.S Chan.
1986. Dasar- dasar Mikrobiologi Jilid
1 Jakarta: UI Press.
Rao, N. S. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Edisi
Kedua. Jakarta: UI Press.
Suriawiria, U. 1985. Pengantar
Mikrobiologi Umum. Bandung: Penerbit Angkasa
Usman, R. 1987. Mikrobiologi Dasar.
Jatinangor: FMIPA UNPAD.
0 Responses So Far:
Posting Komentar