Pendahuluan
Kegiatan pertanian (budidaya tanaman dan
ternak) merupakan salah satu kegiatan yang paling awal dikenal peradaban
manusia dan mengubah total bentuk kebudayaan.
Para ahli prasejarah umumnya bersepakat bahwa pertanian pertama kali berkembang
sekitar 12.000 tahun yang lalu dari kebudayaan di daerah "bulan sabit yang
subur" di Timur Tengah, yang meliputi daerah lembah Sungai Tigris
dan Eufrat terus memanjang ke barat hingga
daerah Suriah
dan Yordania
sekarang. Bukti-bukti yang pertama kali dijumpai menunjukkan adanya budidaya
tanaman biji-bijian (serealia, terutama gandum kuna seperti emmer)
dan polong-polongan di daerah tersebut.
Pada saat itu, 2000 tahun setelah
berakhirnya Zaman Es
terakhir di era Pleistosen, di dearah ini banyak dijumpai hutan dan padang
yang sangat cocok bagi mulainya pertanian. Pertanian telah dikenal oleh
masyarakat yang telah mencapai kebudayaan batu muda (neolitikum),
perunggu
dan megalitikum. Pertanian mengubah
bentuk-bentuk kepercayaan, dari pemujaan terhadap dewa-dewa perburuan
menjadi pemujaan terhadap dewa-dewa perlambang kesuburan dan ketersediaan
pangan.
Teknik
budidaya tanaman lalu meluas ke barat (Eropa dan Afrika Utara,
pada saat itu Sahara
belum sepenuhnya menjadi gurun)
dan ke timur (hingga Asia Timur dan Asia Tenggara).
Bukti-bukti di Tiongkok
menunjukkan adanya budidaya jewawut (millet) dan padi sejak 6000 tahun
sebelum Masehi. Masyarakat Asia Tenggara telah mengenal budidaya padi sawah paling tidak pada
saat 3000 tahun SM dan Jepang
serta Korea
sejak 1000 tahun SM. Sementara itu, masyarakat benua Amerika mengembangkan
tanaman dan hewan budidaya yang sejak awal sama sekali berbeda.
Hewan ternak yang pertama kali didomestikasi adalah kambing/domba (7000 tahun SM)
serta babi
(6000 tahun SM), bersama-sama dengan domestikasi kucing. Sapi, kuda, kerbau, yak mulai dikembangkan
antara 6000 hingga 3000 tahun SM. Unggas mulai dibudidayakan lebih kemudian. Ulat sutera diketahui
telah diternakkan 2000 tahun SM. Budidaya ikan air tawar baru dikenal semenjak
2000 tahun yang lalu di daerah Tiongkok dan Jepang. Budidaya ikan laut bahkan
baru dikenal manusia pada abad ke-20 ini.
Budidaya
sayur-sayuran dan buah-buahan juga dikenal manusia telah lama. Masyarakat Mesir
Kuna (4000 tahun SM) dan Yunani Kuna (3000 tahun SM) telah mengenal baik
budidaya anggur dan zaitun.
Sedangkan masa
berburu dan mengumpulkan makanan atau food gathering and hunting period adalah
masa dimana cara manusia purba mengumpulkan makanan-makanan yang dibutuhkan
mereka untuk bertahan hidup adalah dengan berburu dan mengumpulkan makanan yang
tersedia dari alam seperti sungai, danau, laut, dan hutan-hutan yang ada di
sekitar tempat bermukim mereka pada saat itu. Masa Berburu dan mengumpulkan makanan terjadi pada masa
Paleolithikum (zaman batu tua), yang berbarengan dengan kala Pleistosen yang
terjadi sejak 2 juta tahun yang lalu. Masa berburu dan mengumpulkan makanan
berlangsung selama 600.000 tahun.
Sistem Pertanian Di Indonesia
Indonesia adalah sebuah negeri yang terkenal dengan pertanian dan
perburuannya. Oleh karena itu, Indonesia sangat kaya dengan sumber daya alam
serta sumber daya manusia yang digunakan untuk mengolah ladang, serta berburu.
Pertanian dan berburu merupakan mata pencaharian yang pokok di Indonesia,
sebagian besar penduduk di Indonesia berladang dan berburu untuk menghidupi
keluarga masing-masing. Namun pertanian hanya menyumbang 4% dari PDB dunia.
Berdasarkan data BPS tahun 2002, bidang pertanian di Indonesia menyediakan
lapangan kerja bagi sekitar 44,3% penduduk meskipun hanya menyumbang sekitar
17,3% dari total pendapatan domestik bruto.
Pertanian adalah proses menghasilkan bahan pangan, ternak, serta
produk-produk agroindustri dengan cara memanfaatkan
sumber daya tumbuhan
dan hewan.
Pemanfaatan sumber daya ini terutama berarti budi daya (bahasa Inggris:
cultivation, atau untuk ternak: raising).
Lahan di Indonesia tidak semuanya sama, jadi tidak semua petani di Indonesia
menggunakan teknik yang sama untuk mengolah lahan masing-masing. Banyak jenis sistem pertanian di Indonesia,
antaranya
Sistem
ladang
Sistem ladang merupakan
sistem pertanian yang paling primitif. Suatu sistem peralihan dari tahap budaya
pengumpul ke tahap budaya penanam. Pengolahan tanahnya sangat minimum,
produktivitas bergantung kepada ketersediaan lapisan humus yang ada, yang
terjadi karena sistem hutan. Sistem ini pada umumnya terdapat di daerah yang
berpenduduk sedikit dengan ketersediaan lahan tak terbatas. Tanaman yang
diusahakan umumnya tanaman pangan, seperti padi darat, jagung, atau
umbi-umbian.
Sistem tegal pekarangan
Sistem tegal pekarangan berkembang di
lahan-lahan kering, yang jauh dari sumber-sumber air yang cukup. Sistem ini diusahakan
orang setelah mereka menetap lama di wilayah itu, walupun demikian tingkatan
pengusahaannya rendah. Pengelolaan tegal pada umumnya jarang menggunakan tenaga
yang intensif, jarang ada yang menggunakan tenaga hewan. Tanaman-tanaman yang
diusahakan terutama tanaman tanaman yang tahan kekeringan dan pohon-pohonan.
Sistem sawah
Sistem sawah merupakan teknik budidaya
yang tinggi, terutama dalam pengolahan tanah dan pengelolaan air, sehingga
tercapai stabilitas biologi yang tinggi, sehingga kesuburan tanah dapat
dipertahankan. Ini dicapai dengan sistem pengairan yang sinambung dan drainase
yang baik. Sistem sawah merupakan potensi besar untuk produksi pangan, baik
padi maupun palawija. Di beberapa daerah, pertanian tebu dan tembakau
menggunakan sistem sawah.
Sistem perkebunan
Sistem perkebunan baik perkebunan
rakyat maupun perkebunan besar (estate) yang dulu milik swasta asing dan
sekarang kebanyakan perusahaan negara, berkembang karena kebutuhan tanaman
ekspor. Dimulai dengan bahan-bahan ekspor seperti karet, kopi, teh dan coklat yang merupakan hasil utama, sampai
sekarang sistem perkebunan berkembang dengan manajemen yang industri pertanian.
Usaha pertanian memiliki dua ciri penting:
selalu melibatkan barang dalam volume besar
proses produksi memiliki risiko yang relatif tinggi
Dua ciri khas ini muncul karena
pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan
memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses
produksi. Beberapa bentuk pertanian modern (misalnya budidaya alga,
hidroponika) telah dapat mengurangkan ciri-ciri ini tetapi sebagian besar usaha
pertanian dunia masih tetap demikian.
Kondisi
Pertanian Indonesia Sekarang
Dalam Pembangunan Jangka Panjang
I, Pembangunan pertanian telah berhasil mewujudkan swasembada pangan khususnya
komoditi beras, yang merupakan keberhasilan terbesar sektor pertanian. Kondisi
ekonomi saat ini maju dengan pesat, namun Indonesia masih mempunyai berbagai tantangan
besar yang akan dihadapi sector pertanian ada masa sekarang, antara lain
berkisar pada :
Penurunan kemampuan pertanian untuk memenuh kebutuhan
pangan, akibat makin cepatnya laju pengalihan tanah fungsi pertanian. Akibatnya
ruang usaha pertanian menjadi sempit, terjadi mobilitas penduduk desa ke kota
secara besar. Tidak hanya mobilitas ke kota, tetapi petani telah merambah hutan
lindung.
Meningkatnya tekanan penduduk, pertumbuhan industri, dan
pemukiman terhadap tanah-tanah pertanian yang diperburuk dengan meningkatnya
usaha intensifikasi pertanian dengan menggunakan masukan anorganik dalam jumlah
besar.
Ketatnya perasaingan untuk mendapatkan bibit yang
berkualitas tinggi di dunia Internasional.
Dari tantangan di atas jelaslah
bahwa pertanian di Indonesia sudah harus diperhatikan. Tanah pertanian yang kian
menyempit karena konversi lahan dan juga asupan anorganik yang melebihi batas.
Seperti asupan anorganik misalnya, keadaan tanah selain menurun, keseimbangan (homeostatis) ekologi juga sangat
tergangu. Dahulu petani gencar menggunakan pupuk-pupuk anorganik untuk
mendapatkan kuantitas yang maksimal, tetapi tidak memperhatikan ekologi,
akhirnya terjadi eksploitasi hama secara besar-besaran. Oleh karena itulah
manusia mengalihkan konsep kepada suatu konsep Pertanian Berkelanjutan (Suistaneble Agriculture).
Berburu
dan Meramu
Kebudayaan & Alat Yang Dipergunakan
Dalam kehidupannya dan perburuan serta pengumpulan
makanan, para manusia purba masa berburu dan mengumpulkan makanan menggunakan
alat-alat yang terbuat dari batu, tulang, duri ikan, dan tanduk.Alat-alat
tersebut masih berbentuk sangat sederhana. Mereka dibentuk dengan membenturkan
batu ke batu lain untuk mendapat hasil yang kurang lebih diinginkan oleh para
manusia tersebut tanpa dihaluskan terlebih dahulu. Oleh karena itu, permukaan dan
bentuk dari alat-alat ini masih kasar. Peninggalan
kebudayaan pada masa ini banyak ditemukan dari daerah Pacitan, Jawa Timur dan
Ngandong.
Contoh dari alat-alat yang
digunakan pada masa ini adalah :
Kapak Genggam (Hand Axe) untuk menggali, memotong, dan
menguliti bintang
Kapak Perimbas (Chopper) untuk merimbas kayu, pemecah
tulang, dan senjata
Flake (Alat
serpih) untuk mengiris daging dan memotong umbi
Flake ada dua bagian,
yaitu bagian yang kerucut menonjol (Bulbus) atau yang lebar dan rata (Striking
Plattform).
Jenis Flake :
i.
Gurdi (untuk
memotong)
ii.
Pisau (untuk
memotong)
iii.
Tombak (untuk
menombak).
Alat-alat yang terbuat dari tulang dan tanduk, seperti
ujung tombak, ala pengorek ubi, serta tanduk menjangan
Manusia Pada Masa Berburu dan
Mengumpulkan Makanan
Pada masa berburu dan mengumpulkan makanan ini,
dihuni oleh manusia-manusia purba jenis pithecanthropus dan homo. Yang dominan
hidup pada masa ini adalah :
Pithecanthropus
Erectus
Homo Erectus
Homo Soloensis
Homo Wajakensis
Corak Kehidupan Pada Masa Berburu dan
Mengumpulkan Makanan
Pada tahap berburu dan mengumpulkan makanan ini, para
manusia purba tidak hidup secara menetap pada satu tempat secara permanen,
melainkan secara nomaden (Tidak menetap di satu tempat), karena mereka
mengandalkan alam sepenuhnya untuk persediaan makanan, mereka akan mencari
bahan makanan di tempat baru setelah di tempat yang lama telah habis pesediaan
makanannya. Walau begitu, mereka tidak sepenuhnya nomaden, karena mereka masih
tinggal sementara di suatu tempat tertentu, sehinga disebut seminomaden.
Para manusia purba tersebut tinggal di kawasan yang
berupa padang
rumput dengan semak belukar dan hutan kecil di sekitarnya, dekat dengan sumber
air, danau, dan rawa. Di kawasan itu, mereka tinggal pada gua-gua yang ada,
karena gua-gua tersebut terbilang aman dari serangan musuh dan binatang buas
dan siap pakai tanpa harus dibuat lagi. Gua yang mereka tinggali bisa berupa
gua alam (cave) atau gua payung bukit karang (abris sous roche). Mereka
menggunakan gua sebagai pangkalan / markas, mereka pergi mencari makanan pada
pagi hari dan pulang ke gua mereka pada saat hari sudah sore. Besoknya mereka
pergi mencari makanan lagi, tapi ke arah berbeda dari yang mereka tempuh pada
hari sebelumnya.
Makanan yang biasanya dicari dan dimakan oleh para
manusia purba meliputi tumbuhan-tumbahan, buah-buahan, biji-bijian, dan
akar-akaran yang ditemukan oleh mereka, dan daging hewan-hewan seperti rusa,
kerbau, banteng, tapir, monyet, gajah, dan kuda nil.
Anjing memainkan peranan penting dalam melacak
binatang buruan, lebih-lebih kalau binatang itu sudah terluka. Untuk
binatang-binatang seperti itu sering digunakan lubang jebakan, sering diberi
bambu-bambu runcing yang ditanam di dasarnya sehingga akan
"memanggang" mangsanya waktu jatuh.
Binatang-binatang kecil yang diburu meliputi kuskus,
biawak, tikus besar dan tikus kecil, kadal dan ular, belalang dan katak,
kupu-kupu jenis tertentu, ulat yang terdapat di bagian dalam pohon (seperti ulat
sagu), juga burung dan kelelawar. Tikus kecil dan tikus besar, biawak, kuskus,
dan burung biasanya juga dibunuh dengan anak panah, tetapi kalau mungkin
binatang-binatang itu ditangkap dengan tangan, misalnya tikus kecil di dalam
rumah, atau kuskus di pohon. Kalau untuk binatang-binatang kecil cara
menangkapnya dengan membuat jebakan. Sedangkan kadal, ular, belalang, katak dan
kelelawar, ulat pohon, dan kupu-kupu ditangkap dengan menggunakan tangan
Awalnya daging hewan ini dimakan mentah-mentah,
karena api belum ditemukan. Sesudah api ditemukan, daging mulai dibakar dengan
dimasukkan langsung ke api untuk melunakkan serat daging tersebut, sehingga
lebih mudah dimakan dan dicerna oleh manusia purba.
Dalam kehidupannya sehari-hari, para manusia purba
membentuk kelompok berburu dan pengumpul makanan yang tersusun dalam satu
keluarga. Jumlah orang yang terdapat dalam satu kelompok berburu dan pengumpul
10 – 20 orang per kelompok berburu. Laki-laki yang lebih kuat ditugaskan untuk
berburu hewan–hewan besar dan buas, karena pekerjaan ini memerlukan tenaga yang
cukup besar untuk menghadapi segala bahaya yang mungkin terjadi. Dan perempuan
hanya bertugas untuk menyelesaikan pekerjaan yang ringan misalnya mengumpulkan
makanan dari alam sekitarnya, serta mengurus anak.
Manfaat manusia purba membentuk kelompok-kelompok
berburu dan mengumpulkan makanan ini diantara lain adalah untuk mengefektifkan
dalam:
Menghadapi
serangan musuh bersama
Berburu dan
meramu bersama
Menghadapi serangan binatang buas, sehingga bisa dihadapi
bersama
Menghadapi
bencana alam bila terjadi
Mobilitas/kecepatan
pergerakan kelompok dari satu tempat tingal ke tempat yang lain
Diskusi
Kebakaran
Lahan Gambut
Kabut asap tebal tahun ini
kembali menyelimuti sebagian wilayah Sumatera dan Kalimantan. Berbeda dengan
tahun-tahun sebelumnya, kabut asap tebal kali ini lebih dulu menyelimuti Kota
Pontianak di Kalimantan Barat. Penyebabnya, sama seperti tahun-tahun lalu, karena
pembukaan lahan gambut untuk areal pertanian.
Sulitnya mencari lahan untuk
kegiatan perladangan menyebabkan sebagian masyarakat mulai beralih memanfaatkan
lahan gambut untuk areal pertanian. Parahnya, sebagian masyarakat mengambil
jalan praktis untuk membuka areal pertanian dengan membakar lahan gambut.
Sebagian masyarakat juga tidak memahami sifat serta karakteristik lahan gambut
yang akan dibuka untuk areal pertanian.
Cara pembakaran yang dilakukan
petani di lahan gambut berbeda dengan kegiatan petani di ladang berpindah.
Pembakaran lahan gambut umumnya dilakukan petani pendatang. Dalam melakukan
pembakaran, mereka juga umumnya tidak terencana dan tidak terkendali dengan
baik. Mereka
membiarkan pembakaran itu berlangsung beberapa hari sehingga kobaran api bisa
menjalar ke mana-mana.
Jadi, perilaku petani yang membuka
lahan gambut dengan cara pembakaran yang masih menjadi masalah. Meski perilaku
petani belum mendukung kelestarian lingkungan, hal itu bukan mustahil untuk
diatasi perlahan-lahan. Langkah paling baik tentu saja menerapkan sistem zero
burning atau pengolahan lahan pertanian tanpa bakar. Sayangnya, program ini belum diperkenalkan kepada
petani di Kalimantan Barat.
`Pertanian
Ladang' Ancaman Bagi TNBD
Salah satu dari banyak bentuk ancaman terhadap
kelestarian TNBD adalah pertanian berladang, dalam istilah pertanian disebut
shifting cultivation. Istilah ini untuk menggambarkan sistem pertanian
tradisional yang dilakukan oleh masyarakat di lahan kering dengan cara membuka
hutan baru, lalu menanam tanaman campuran, seperti palawija (padi, jagung, dan
cabe), sayuran (mentimun dan ubi-ubian), holtikultura, serta tanaman perkebunan
(karet).
Sebelum penanaman terlebih dahulu ada proses
pembakaran terhadap lahan yang baru dibuka. Tujuannya guna mengubah
tumbuh-tumbuhan yang telah ditebang dan juga lapisan humus di atas tanah hutan
menjadi abu. Proses perabuan ini melepaskan zat-zat gizi yang terdapat di
batang pohon, dahan-dahan, daun, dan humus sehingga zat-zat gizi ini dapat
dihisap oleh akar tanaman pangan (padi, cabe, sayuran,dan jagung). Tujuan
lainnya usaha memperlancar aktifitas selanjutnya seperti menanam, menyiang
tanaman/merumput, dan memanen. Kemudian juga untuk mematikan tumbuh-tumbuhan
yang sulit untuk ditebang dan mencegah tumbuhan baru yang dapat menjadi saingan
tanaman padi. Selain itu demi mendapatkan sinar matahari serta zat hara yang
dibutuhkan tanam padi.
Kesimpulan
Pertanian
Berdasarkan beberapa penjelasan
di atas, dapat kita intip dari jendela pertanian kita sekarang bahwa pertanian
sangat penting bagi ekologi. Kaitannya dengan interaksi antara manusia dengan
alam, manusia, atau alam itu sendiri, pertanian mempunyai peran di setiap
sektor tersebut. Akhirnya keberlangsungan akan terwujud baik terhadap alam
ataupun manusianya itu sendiri.
Selain itu, Seharusnya pertanian
mendukung kelestarian alam, hal yang salah dan sangat di luar kebaikan jika
pertanian itu merusak lingkungan.
Juga harus ditanamkan prinsip
utama dalam pertanian adalah dengan usaha-usaha yang optimal, menghasilkan out
put yang maksimal. Mutu baik kuantitas maupun kualitas harus sangat
diperhatikan. Gizi bagi rakyat, juga akses dan kecukupan pangan adalah faktor
penting di dalamnya. Faktor-faktor tersebut secara langsung berhubungan dengan
keamanan pangan atau food security.
Sehingga jelaslah sudah bahwa pertanian juga berpengaruh pada isu global yakni food security.
Perburuan
dan Meramu
Melakukan aktivitas berburu
amatlah penting bagi masyarakat zaman dahulu untuk mendapatkan makanan, mereka
akan membentuk kelompok yang mempunyai tugas tersendiri dalam berburu. Jadi,
tidak semua orang memburu satu binatang beramai-ramai karena hewannya sendiri
akan ketakutan dan lari ketika melihat segerombolan manusia menyerangnya. Hal
ini dapat menyebabkan hewan tersebut lolos dan mereka tidak akan mendapat
makanan untuk seharian itu.
Referensi
Ma’arif,
A. Syafi’i. 2004. Panduan Pembelajaran Sejarah 1. Surakarta : Mediatama
Wuryantoro,
Edhie. 1997. Sejarah nasional an Umum. Jakarta
: Balai Pustaka
0 Responses So Far:
Posting Komentar