CEKAMAN PADA TUMBUHAN
Pada prinsipnya, setiap tumbuhan memiliki kisaran tertentu terhadap factor lingkungannya. Prinsip tersebut dinyatakan sebagai Hukum Toleransi Shelford, yang berbunyi “Setiap organisme mempunyai suatu minimum dan maksimum ekologis, yang merupakan batas bawah dan batas atas dari kisaran toleransi organism itu terhadap kondisi factor lingkungannya” (Dharmawan, 2005). Setiap makhluk hidup memiliki range of optimum atau kisaran optimum terhadap factor lingkungan untuk pertumbuhannya. Kondisi di atas ataupun di bawah batas kisaran toleransi, makhluk hidup akan mengalami stress fisiologis. Pada kondisi stress fisiologis ini, populasi akan menurun. Apabila kondisi stress ini terus berlangsung dalam waktu yang lama dan telah mencapai batas toleransi kelulushidupan, maka organism tersebut akan mati.
Gambar 1. Diagram kisaran toleransi
organism terhadap kondisi factor lingkungannya
Stres (cekaman) biasanya didefinisikan
sebagai faktor luar yang tidak menguntungkan yang berpengaruh buruk terhadap
tanaman (Fallah, 2006). Campbell (2003), mendefinisikan cekaman sebagai kondisi
lingkungan yang dapat memberi pengaruh buruk pada pertumbuhan, reproduksi, dan
kelangsungan hidup tumbuhan. Menurut Hidayat (2002), pada umumnya cekaman
lingkungan pada tumbuhan dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) cekaman biotik,
terdiri dari: (a) kompetisi intra spesies dan antar spesies, (b) infeksi oleh
hama dan penyakit, dan (2) cekaman abiotik berupa: (a) suhu (tinggi dan
rendah), (b) air (kelebihan dan kekurangan), (c) radiasi (ultraviolet, infra
merah, dan radiasi mengionisasi), (d) kimiawi (garam, gas, dan pestisida), (e)
angin, dan (f) suara. Menurut Sipayung (2006), kerusakan yang timbul akibat
stres dapat dikelompokkan dalam 3 jenis kerusakan sebagai berikut.
a. Kerusakan stres langsung primerb. Kerusakan stres tak langsung primer
c. Kerusakan stres sekunder (dapat terjadi juga stres tersier)
A. Respon Terhadap Cekaman Air
Faktor air dalam fisiologi tanaman
merupakan faktor utama yang sangat penting. Tanaman tidak akan dapat hidup
tanpa air, karena air adalah matrik dari kehidupan, bahkan makhluk lain akan
punah tanpa air. Kramer menjelaskan tentang betapa pentingnya air bagi
tumbuh-tumbuhan; yakni air merupakan bagian dari protoplasma (85-90% dari berat
keseluruhan bahagian hijau tumbuh-tumbuhan (jaringan yang sedang tumbuh) adalah
air. Selanjutnya dikatakan bahwa air merupakan reagen yang penting dalam
proses-proses fotosintesa dan dalam proses-proses hidrolik. Disamping itu juga
merupakan pelarut dari garam-garam, gas-gas dan material-material yang bergerak
kedalam tumbuh tumbuhan, melalui dinding sel dan jaringan esensial untuk
menjamin adanya turgiditas, pertumbuhan sel, stabilitas bentuk daun, proses
membuka dan menutupnya stomata, kelangsungan gerak struktur tumbuh-tumbuhan.
Peran air yang sangat penting
tersebut menimbulkan konsekuensi bahwa langsung atau tidak langsung kekurangan
air pada tanaman akan mempengaruhi semua proses metaboliknya sehingga dapat
menurunkan pertumbuhan tanaman (Sinaga, 2008). Efek kelebihan air atau banjir
yang umum adalah kekurangan oksigen, sedangkan kekurangan air atau kekeringan
akan mengakibatkan dehidrasi pada tanaman yang berpengaruh terhadap zona sel
turgor yang selanjutnya dapat menghambat pertumbuhan tanaman (Fallah, 2006).
Kebutuhan air bagi tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis
tanaman dalam hubungannya dengan tipe dan perkembangannya, kadar air tanah dan
kondisi cuaca.
1. Respon Terhadap Cekaman Kelebihan Air
Dampak genangan air adalah menurunkan
pertukaran gas antara tanah dan udara yang mengakibatkan menurunnya
ketersediaan O2 bagi akar, menghambat pasokan O2 bagi akar dan mikroorganisme
(mendorong udara keluar dari pori tanah maupun menghambat laju difusi).
Genangan berpengaruh terhadap proses fisiologis dan biokimiawi antara lain
respirasi, permeabilitas akar, penyerapan air dan hara, penyematan N. Genangan
menyebabkan kematian akar di kedalaman tertentu dan hal ini akan memacu
pembentukan akar adventif pada bagian di dekat permukaan tanah pada tanaman
yang tahan genangan. Kematian akar menjadi penyebab kekahatan N dan cekaman
kekeringan fisiologis (Staff Lab Ilmu Tanaman, 2008).
2. Respon Terhadap Cekaman Kekeringan
Cekaman kekeringan pada tanaman
disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan permintaan air
yang berlebihan oleh daun dalam kondisi laju evapotranspirasi melebihi laju
absorbsi air oleh akar tanaman. Serapan air oleh akar tanaman dipengaruhi oleh
laju transpirasi, sistem perakaran, dan ketersediaan air tanah (Lakitan, 1996).
Secara umum tanaman akan menunjukkan respon tertentu bila mengalami cekaman
kekeringan. Staff Lab Ilmu Tanaman (2008) mengemukakan bahwa cekaman kekeringan
dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu:
a.
Cekaman ringan :jika potensial air
daun menurun 0.1 Mpa atau kandungan air nisbi menurun 8 – 10 %
b.
Cekaman sedang: jika potensial air
daun menurun 1.2 s/d 1.5 Mpa atau kandungan air nisbi menurun 10 – 20 %
c.
Cekaman berat: jika potensial air
daun menurun >1.5 Mpa atau kandungan air nisbi menurun > 20%
Lebih lanjut Staff Lab Ilmu Tanaman
mengemukakan bahwa apabila tanaman kehilangan lebih dari separuh air
jaringannya dapat dikatakan bahwa tanaman mengalami kekeringan.Kekurangan air
akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun morfologis, sehingga mengakibatkan
terhentinya pertumbuhan. Defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan
perubahan irreversibel (tidak dapat balik) dan pada gilirannya tanaman akan mati
(Haryati, 2008). Respon tanaman terhadap stres air sangat ditentukan oleh
tingkat stres yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman saat mengalami cekaman.
Respon tanaman yang mengalami cekaman kekeringan mencakup perubahan ditingkat
seluler dan molekuler seperti perubahan pada pertumbuhan tanaman, volume sel
menjadi lebih kecil, penurunan luas daun, daun menjadi tebal, adanya rambut
pada daun, peningakatan ratio akar-tajuk, sensitivitas stomata, penurunan laju
fotosintesis, perubahan metabolisme karbon dan nitrogen, perubahan produksi
aktivitas enzim dan hormon, serta perubahan ekspresi (Sinaga, 2008).
Tumbuhan merespon kekurangan air dengan
mengurangi laju transpirasi untuk penghematan air. Terjadinya kekurangan air
pada daun akan menyebabkan sel-sel penjaga kehilangan turgornya. Suatu
mekanisme control tunggal yang memperlambat transpirasi dengan cara menutup
stomata. Kekurangan air juga merangsang peningkatan sintesis dan pembebasan
asam absisat dari sel-sel mesofil daun. Hormon ini membantu mempertahankan
stomata tetap tertutup dengan cara bekerja pada membrane sel penjaga. Daun juga
berespon terhadap kekurangan air dengan cara lain. Karena pembesaran sel adalah
suatu proses yang tergantung pada turgor, maka kekurangan air akan menghambat
pertumbuhan daun muda. Respon ini meminimumkan kehilangan air melalui
transpirasi dengan cara memperlambat peningkatan luas permukaan daun. Ketika
daun dari kebanyakan rumput dan kebanyakan tumbuhan lain layu akibat kekurangan
air, mereka akan menggulung menjadi suatu bentuk yang dapat mengurangi
transpirasi dengan cara memaparkan sedikit saja permukaan daun ke matahari
(Campbell, 2003).
Kedalaman perakaran sangat berpengaruh
terhadap jumlah air yang diserap. Pada umumnya tanaman dengan pengairan yang
baik mempunyai sistem perakaran yang lebih panjang daripada tanaman yang tumbuh
pada tempat yang kering. Rendahnya kadar air tanah akan menurunkan perpanjangan
akar, kedalaman penetrasi dan diameter akar (Haryati, 2006). Hasil penelitian
Nour dan Weibel tahun 1978 menunjukkan bahwa kultivarkultivar sorghum yang
lebih tahan terhadap kekeringan, mempunyai perkaran yang lebih banyak, volume
akar lebih besar dan nisbah akar tajuk lebih tinggi daripada lini-lini yang
rentan kekeringan (Goldsworthy dan Fisher, dalam Haryati, 2006).
Senyawa biokimia yang dihasilkan tanaman sebagai respon terhadap kekeringan dan berperan dalam penyesuaian osmotik bervariasi, antara lain gula-gula, asam amino, dan senyawa terlarut yang kompatibel. Senyawa osmotik yang banyak dipelajari pada toleransi tanaman terhadap kekeringan antara lain prolin, asam absisik, protein dehidrin, total gula, pati, sorbitol, vitamin C, asam organik, aspargin, glisin-betain, serta superoksida dismutase dan K+ yang bertujuan untuk menurunkan potensial osmotik sel tanpa membatasi fungsi enzim (Sinaga, 2008).
Senyawa biokimia yang dihasilkan tanaman sebagai respon terhadap kekeringan dan berperan dalam penyesuaian osmotik bervariasi, antara lain gula-gula, asam amino, dan senyawa terlarut yang kompatibel. Senyawa osmotik yang banyak dipelajari pada toleransi tanaman terhadap kekeringan antara lain prolin, asam absisik, protein dehidrin, total gula, pati, sorbitol, vitamin C, asam organik, aspargin, glisin-betain, serta superoksida dismutase dan K+ yang bertujuan untuk menurunkan potensial osmotik sel tanpa membatasi fungsi enzim (Sinaga, 2008).
B. Respon Terhadap Cekaman Salinitas
Stres garam terjadi dengan terdapatnya
salinitas atau konsentrasi garam-garam terlarut yang berlebihan dalam tanaman.
Stres garam ini umumnya terjadi dalam tanaman pada tanah salin. Stres garam
meningkat dengan meningkatnya konsentrasi garam hingga tingkat konsentrasi
tertentu yang dapat mengakibatkan kematian tanaman. Garam-garam yang
menimbulkan stres tanaman antara lain ialah NaCl, NaSO4, CaCl2, MgSO4, MgCl2 yang
terlarut dalam air (Sipayung, 2006). Stres akibat kelebihan Na+ dapat
mempengaruhi beberapa proses fisiologi dari mulai perkecambahan sampai
pertumbuhan tanaman (Fallah, 2006).
Menurut Petani Wahid (2006),
kemasaman tanah merupakan kendala paling inherence dalam pengembangan pertanian
di lahan sulfat masam. Tanaman tumbuh normal (sehat) umumnya pada ph 5,5 untuk
tanah gambut dan pH 6,5 untuk tanah mineral karena pada pH 50 cm dari permukaan
tanah. Pada kebanyakan spesies, pengaruh jenis-jenis garam umumnya tidak khas
terhadap tumbuhan tanaman tetapi lebih tergantung pada konsentrasi total garam.
Salinitas tidak ditentukan oleh
garam Na Cl saja tetapi oleh berbagai jenis garam yang berpengaruh dan
menimbulkan stres pada tanaman. Dalam konteks ini tanaman mengalami stres garam
bila konsentrasi garam yang berlebih cukup tinggi sehingga menurunkan potensial
air sebesar 0,05 – 0,1 Mpa. Stres garam ini berbeda dengan stres ion yang tidak
begitu menekan potensial air (Lewit, dalam Sipayung, 2006).
Toleransi terhadap salinitas adalah beragam dengan spektrum yang luas diantara spesies tanaman mulai dari yang peka hingga yang cukup toleran. Follet et al, (1981 dalam Sipayung, 2006) mengajukan lima tingkat pengaruh salinitas tanah terhadap tanaman, mulai dari tingkat non-salin hingga tingkat salinitas yang sangat tinggi, seperti diberikan pada Tabel 1.
Toleransi terhadap salinitas adalah beragam dengan spektrum yang luas diantara spesies tanaman mulai dari yang peka hingga yang cukup toleran. Follet et al, (1981 dalam Sipayung, 2006) mengajukan lima tingkat pengaruh salinitas tanah terhadap tanaman, mulai dari tingkat non-salin hingga tingkat salinitas yang sangat tinggi, seperti diberikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh Tingkat Salinitas terhadap Tanaman
Tingkat Saliitas
|
Konduktivitas (mmhos)
|
Pengaruh terhadap tanaman
|
Non salin
|
0-2
|
Dapat diabaikan
|
Rendah
|
2-4
|
Tanaman yang peka terganggu
|
Sedang
|
4-8
|
Kebanyakan tanaman terganggu
|
Tinggi
|
8-16
|
Tanaman yang toleran belum
terganggu
|
Sangat tinggi
|
> 16
|
Hanya beberapa jenis tanaman
toleran yang
dapat tumbuh |
Kelebihan NaCl atau garam lain dapat
mengancam tumbuhan karena dua alasan. Pertama, dengan cara menurunkan potensial
air larutan tanah, garam dapat menyebabkan kekurangan air pada tumbuhan
meskipun tanah tersebut mengandung banyak sekali air. Hal ini karena potensial
air lingkungan yang lebih negatif dibandingkan dengan potensial air jaringan
akar, sehingga air akan kehilangan air, bukan menyerapnya. Kedua, pada tanah
bergaram, natrium dan ion-ion tertentu lainnya dapat menjadi racun bagi
tumbuhan jika konsentrasinya relative tinggi. Membran sel akar yang selektif
permeabel akan menghambat pengambilan sebagian besar ion yang berbahaya, akan
tetapi hal ini akan memperburuk permasalahan pengambilan air dari tanah yang
kaya akan zat terlarut (Campbell, 2003).
Salinitas
menekan proses pertumbuhan tanaman dengan efek yang menghambat pembesaran dan
pembelahan sel, produksi protein serta penambahan biomass tanaman. Tanaman yang
mengalami stres garam umumnya tidak menunjukkan respon dalam bentuk kerusakan
langsung tetapi pertumbuhan yang tertekan dan perubahan secara perlahan. Gejala
pertumbuhan tanaman pada tanah dengan tingkat salinitas yang cukup tinggi
adalah pertumbuhan yang tidak normal seperti daun mengering di bagian ujung dan
gejala khlorosis. Gejala ini timbul karena konsentrasi garam terlarut yang
tinggi menyebabkan menurunnya potensial larutan tanah sehingga tanaman
kekurangan air. Sifat fisik tanah juga terpengaruh antara lain bentuk struktur,
daya pegang air dan permeabilitas tanah.
Pertumbuhan sel tanaman pada tanah
salin memperlihatkan struktur yang tidak normal. Penyimpangan yang terjadi
meliputi kehilangan integritas membran, kerusakan lamella, kekacauan organel
sel, dan akumulasi Kalsium Oksalat dalam sitoplasma, vakuola, dinding sel dan
ruang antar sel. Kerusakan struktur ini akan mengganggu transportasi air dan
mineral hara dalam jaringan tanaman (Maas dan Nieman, dalam Sipayung, 2006).
Banyak tumbuhan dapat berespon terhadap salinitas tanah yang memadai dengan
cara menghasilkan zat terlarut kompatibel, yaitu senyawa organic yang menjaga
potensial air larutan tanah, tanpa menerima garam dalam jumlah yang dapat
menjadi racun. Namun demikian, sebagian besar tanaman tidak dapat bertahan
hidup menghadapi cekaman garam dalam jangka waktu yang lama kecuali pada
tanaman halofit, yaitu tumbuhan yang toleran terhadap garam dengan adaptasi
khusus seperti kelenjar garam, yang memompa garam keluar dari tubuh melewati
epidermis daun (Campbell, 2003).
Ketika terjadi cekaman lingkungan
seperti kekeringan, logam berat atau salinitas, tanaman bereaksi dalam beragam
cara untuk menghadapi perubahan yang berpotensi merusak. Salah satu hasil dari
tekanan tersebut adalah adanya akumulasi reactive oxygen species (ROS) dalam
tanaman, dimana hal tersebut dapat menghancurkan tanaman dan berakibat pada
berkurangnya produktivitas tanaman. ROS berdampak pada fungsi seluler, seperti
kerusakan pada asam nukleat atau oksidasi protein tanaman yang penting.
C. Respon Terhadap Cekaman Suhu
Suhu sebagai faktor lingkungan dapat
mempengaruhi produksi tanaman secara fisik maupun fisiologis. Secara fisik,
suhu merupakan bagian yang dipengaruhi oleh radiasi sinar matahari dan dapat
diestimasikan berdasarkan keseimbangan panas. Secara fisiologis, suhu dapat mempengaruhi
pertumbuhan tanaman, fotosintesis, pembukaan stomata, dan respirasi. Selain
itu, suhu merupakan salah satu penghambat dalam proses fisiologi untuk sistem
produksi tanaman ketika suhu tanaman berada diluar suhu optimal terendah maupun
tertinggi.
1. Cekaman Panas
Panas berlebihan dapat mengganggu dan
akhirnya membunuh suatu tumbuhan dengan cara mendenaturasi enzim-enzimnya dan
merusak metabolismenya dalam berbagai cara. Salah satu fungsi transpirasi
adalah pendinginan melalui penguapan. Pada hari yang panas, misalnya
temperature daun berkisar 3°C sampai 10°C di bawah suhu sekitar. Tentunya,
cuaca panas dan kering juga enderung menyebabkan kekurangan air pada banyak
tumbuhan; penutupan stomata sebagai respon terhadap cekaman ini akan menghemat
air, namun mengorbankan pendinginan melalui penguapan tersebut. Sebagian besar
tumbuhan memiliki respon cadangan yang memungkinkan mereka untuk bertahan hidup
dalam cekaman panas Di atas suatu temperature tertentu- sekitar 40°C pada
sebagian besar tumbuhan yang menempati daerah empat musim, sel-sel tumbuhan
mulai mensintesis suatu protein khusus dalam jumlah yang cukup banyak yang
disebut protein kejut panas (heat-shock protein). Protein kejut panas ini
kemungkinan mengapit enzim serta protein lain dan membantu mencegah denaturasi
(Campbell, 2003).
2. Cekaman Dingin
Satu permasalahan yang dihadapi
tumbuhan ketika temperature lingkungan turun adalah perubahan ketidakstabilan
membrane selnya. Ketika sel itu didinginkan di bawah suatu titik kritis,
membrane akan kehilangan kecairannya karena lipid menjadi terkunci dalam
struktur Kristal. Keadaan ini mengubah transport zat terlarut melewati
membrane, juga mempengaruhi fungsi protein membrane. Tumbuhan merespon terhadap
cekaman dingin dengan cara mengubah komposisi lipid membrannya. Contohnya
adalah meningkatnya proporsi asam lemak tak jenuh, yang memiliki struktur yang
mampu menjaga membrane tetap cair pada suhu lebih rendah dengan cara menghambat
pembentukan Kristal. Modifikasi molekuler seperti itu pada membrane membutuhkan
waktu beberapa jam hingga beberapa hari. Pada suhu di bawah pembekuan, Kristal
es mulai terbentuk pada sebagian besar tumbuhan. Jika es terbatas hanya pada
dinding sel dan ruang antar sel, tumbuhan kemungkinan akan bertahan hidup.
Namun demikian, jika es mulai terbentuk di dalam protoplas, Kristal es yang
tajam itu akan merobek membrane dan organel yang dapat membunuh sel tersebut.
Beberapa tumbuhan asli di daerah yang memiliki musim dingin sangat dingin
(seperti maple, mawar, rhodendron) memiliki adaptasi khusus yang memungkinkan
mereka mampu menghadapi cekaman pembekuan tersebut. Sebagai contoh, perubahan
dalam komposisi zat terlarut sel-sel hidup memungkinkan sitosol mendingin di
bawah 0°C tanpa pembentukan es, meskipun Kristal es terbentuk dalam dinding sel
(Campbell, 2003).
D. Respon Terhadap Kekurangan Oksigen
Tumbuhan yang disiram terlalu banyak
air bisa mengalami kekurangan oksigen karena tanah kehabisan ruangan udara yang
menyediakan oksigen untk respirasi seluler akar (Campbell, 2003). Keadaan
lingkungan kekurangan O2 disebut hipoksia, dan keadaan lingkungan tanpa O2
disebut anoksia (mengalami cekaman aerasi) (Staff Lab Ilmu Tanaman, 2008).
Beberapa tumbuhan secara structural diadaptasikan ke habitat yang sangat basah.
Sebagai contoh, akar pohon bakau yang terendam air, yang hidup di rawa pesisir
pantai, adalah sinambungan dengan akar udara yang menyediakan akses ke oksigen
(Campbell, 2003).
E. Respon Terhadap Cekaman Cahaya
Cahaya merupakan salah satu kunci
penentu dalam proses metabolisme dan fotosintesis tanaman. Cahaya dibutuhkan
oleh tanaman mulai dari proses perkecambahan biji sampai tanaman dewasa. Respon
tanaman terhadap cahaya berbeda-beda antara jenis satu dengan jenis lainnya.
Ada tanaman yang tahan ( mampu tumbuh ) dalam kondisi cahaya yang terbatas atau
sering disebut tanaman toleran dan ada tanaman yang tidak mampu tumbuh dalam
kondisi cahaya terbatas atau tanaman intoleran.
Kedua kondisi cahaya tersebut memberikan respon yang berbeda-beda terhadap tanaman, baik secara anatomis maupun secara morfologis. Tanaman yang tahan dalam kondisi cahaya terbatas secara umum mempunyai ciri morfologis yaitu daun lebar dan tipis, sedangkan pada tanaman yang intoleran akan mempunyai ciri morfologis daun kecil dan tebal. Kedua kondisi tersebut akan dapat menjadi faktor penghambat pertumbuhan tanaman apabila pemilihan jenis tidak sesuai dengan kondisi lahan, artinya tanaman yang toleran ketika ditanam diareal yang cukup cahaya justru akan mengalami pertumbuhan yang kurang baik, begitu juga dengan tanaman intolean apabila di tanam pada areal yang kondisi cahaya terbatas pertumbuhan akan mengalami ketidak normalan. Dengan demikian pemilihan jenis berdasarkan pada sifat dasar tanaman akan menjadi kunci penentu dalam keberhasilan pembuatan tanaman.
Kedua kondisi cahaya tersebut memberikan respon yang berbeda-beda terhadap tanaman, baik secara anatomis maupun secara morfologis. Tanaman yang tahan dalam kondisi cahaya terbatas secara umum mempunyai ciri morfologis yaitu daun lebar dan tipis, sedangkan pada tanaman yang intoleran akan mempunyai ciri morfologis daun kecil dan tebal. Kedua kondisi tersebut akan dapat menjadi faktor penghambat pertumbuhan tanaman apabila pemilihan jenis tidak sesuai dengan kondisi lahan, artinya tanaman yang toleran ketika ditanam diareal yang cukup cahaya justru akan mengalami pertumbuhan yang kurang baik, begitu juga dengan tanaman intolean apabila di tanam pada areal yang kondisi cahaya terbatas pertumbuhan akan mengalami ketidak normalan. Dengan demikian pemilihan jenis berdasarkan pada sifat dasar tanaman akan menjadi kunci penentu dalam keberhasilan pembuatan tanaman.
Berikut ini
adalah perbedaan Tanaman Toleran ( Shade leaf) Vs Intoleran ( Sun Leaf) menurut
Silvika (2009).
1.
Tumbuhan cocok ternaung
menunjukkan laju fotosintesis yang sangat rendah pada intensitas cahaya tinggi
dibanding tumbuhan cocok terbuka.
2.
Laju fotosintesis tumbuhan cocok
ternaung mencapai titik jenuh pada intensitas cahaya yang lebih rendah
dibanding tumbuhan cocok terbuka.
3.
Laju fotosintesis tumbuhan cocok
ternaung lebih tinggi dibanding tumbuhan cocok terbuka pada intensitas cahaya
yang sangat rendah.
4.
Titik kompensasi cahaya untuk
tumbuhan cocok ternaung lebih rendah dibanding tumbuhan cocok terbuka.
F. Respon
Terhadap Herbivora
Herbivora adalah suatu cekaman yang
diahadapi tumbuhan dalam setiap ekosistem. Tumbuhan menghadapi herbivore yang
begitu banyak baik dengan pertahanan fisik, seperti duri, maupun pertahanan
kimia, seperti produksi senyawa yang tidak enak atau bersifat toksik. Sebagai
contoh beberapa tumbuhan menghasilkan suatu asam amino yang tidak umum yang
disebut kanavanin yang dinamai berdasarkan salah satu sumbernya, jackbean
(Cannavalia ensiformis). Kanavanin mirip arginin. Jika suatu serangga memakan
tumbuhan yang mengandung kanavanin, molekul itu bergabung dengan protein
serangga di tempat yang biasanya ditempati oleh arginin, yang dapat menyebabkan
matinya serangga tersebut (Campbell, 2003).
DAFTAR PUSTAKA
Campbell, at al. 2003. Biologi
Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Dharmawan, Agus. 2005. Ekologi
Hewan. Malang: UM Press.
Fallah, Affan Fajar. 2006.
Perspektif Pertanian dalam Lingkungan yang Terkontrol. http://io.ppi
jepang.org. Diakses pada tanggal 5 Juli 2009.
Haryati. 2008. Pengaruh Cekaman Air
Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Tanaman
http://library.usu.ac.id/download/fp/hslpertanian-haryati2.pdf. Diakses pada
tanggal 5 Juli 2009.
Hidayat. 2002. Cekaman Pada
Tumbuhan.http://www.scribd.com/document_downloads/
13096496?extension=pdf&secret_password=. Diakses pada tanggal 5 Juli 2009.
Lakitan, Benyamin. 1996.
Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Petani Wahid. 2006. Cekaman Lingkungan Abiotik pada Lahan-Lahan Marginal. http://petani wahid.blogspot.com/2008/08/tanah-tantangan-bertani-di-indonesia.html. Diakses pada tanggal 5 Juli 2009.
Silvika. 2009. Cekaman Cahaya.
http://silvika.atspace.com/acara3.htm. Diakses pada tanggal 5 Juli 2009.
Sinaga. 2008. Peran Air Bagi
Tanaman. http://puslit.mercubuana.ac.id/file/8Artikel %20Sinaga.pdf. Diakses
pada tanggal 5 Juli 2009.
Sipayung, Rosita. 2006. Cekaman
Garam. http://library.usu.ac.id/download/fp/bdp-rosita2.pdf. Diakses pada
tanggal 5 Juli 2009.
0 Responses So Far:
Posting Komentar